Kenapa harus merealisasikan Potensi UMKM dengan Fintech? Contoh, keripik adalah makanan yang sangat umum di Indonesia, dapat diubah menjadi produk yang booming. Bermodal awal hanya 15 juta rupiah pada tahun 2010, penjualannya telah menembus omzet miliaran rupiah per bulan. Itulah kisah keripik pedas Maicih yang diproduksi oleh salah satu UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) Indonesia.
UMKM memang tidak dapat dianggap remeh. Pada saat krisis moneter 1998, ketika banyak perusahaan besar tumbang, UMKM dapat bertahan dan menjadi penggerak ekonomi. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM pada tahun 2017, 96,87% dari angkatan kerja di Indonesia bekerja di sektor UMKM. Selain itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi UMKM terhadap perekonomian juga cukup besar, mencapai 61.41% dengan jumlah UMKM hampir mencapai 60 juta unit. Potensi UMKM untuk tumbuh saat ini juga didukung oleh perkembangan teknologi, contohnya media sosial yang mempermudah promosi dan situs e-commerce yang semakin banyak untuk memasarkan produk.
Fintech, Sarana Pencarian Modal untuk UMKM
Di tengah peluang untuk mendirikan UMKM, memang masih terdapat berbagai persoalan yang harus dihadapi, salah satu yang paling penting adalah akses permodalan. Kehadiran perusahaan fintech (financial technology) seperti pinjaman online peer-to-peer lending (P2P lending) seharusnya dapat dimanfaatkan oleh pebisnis UMKM untuk merealisasikan karyanya.
P2P lending adalah suatu wadah yang mempertemukan orang yang membutuhkan pinjaman dengan orang yang bersedia memberikan pinjaman. Prosesnya lebih cepat dan mudah. Pihak yang ingin meminjam uang hanya perlu mengunggah dokumen yang diminta dan tidak perlu menyiapkan jaminan.
Supaya aman, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan peraturan terkait pinjam meminjam berbasis teknologi, termasuk berbagai persyaratan, perizinan, hingga pengawasan terhadap lembaga penyedia platform P2P lending (POJK Nomor 77 Tahun 2016). OJK juga membuat daftar platform P2P lending yang telah mengantongi izin. OJK. P2P lending juga hadir sebagai pilihan investasi bagi masyarakat non-pebisnis UMKM dengan menjadi lender atau peminjam uang. Berdasarkan data OJK pada Juni 2018, terdapat 123.633 entitas lender yang terdaftar di P2P lending dalam negeri.
Ketika pemilik UMKM memilih P2P lending, sebaiknya diperhatikan jumlah biaya-biaya administrasi yang dikenakan oleh platform (biaya bunga, keterlambatan pembayaran, dll.) serta tenor pinjaman (30 hari hingga hingga 24 bulan). P2P lending lebih cocok untuk jangka pendek, sebab biaya akan semakin menumpuk dalam jangka waktu panjang. Yang terpenting, teliti fintech yang ada dan sesuaikan dengan kebutuhan pembiayaan UMKM.
Mendukung UMKM dengan berinvestasi di Platform P2P Lending
Bagi lender, berinvestasi di P2P lending dapat memberikan imbal balik yang menguntungkan sekaligus berkontribusi mendorong pertumbuhan UMKM nasional. Berdasarkan penelusuran Tirto.id, rata-rata imbal hasil dari P2P Fintech Lending cukup tinggi untuk kategori investasi skala retail. Investree sebagai contoh, mematok biaya bunga (loan grade) yang harus dibayarkan oleh peminjam 14-20 persen per tahun untuk kategori pinjaman bisnis. Kelebihan lainnya adalah hanya modal yang sedikit untuk berinvestasi. Mulai Rp 100.000, kita sudah bisa berinvestasi. Untuk mengantisipasi risiko gagal bayat, platform P2P lending membantu melakukan analisa resiko. Investor yang memberikan pinjaman dapat melakukan diversifikasi pinjaman. Walaupun memiliki risiko, keberadaan layanan P2P lending memiliki potensi dalam mendorong ekonomi, terutama karena memungkinkan layanan ini membuka akses terhadap kelompok masyarakat unbanked (tidak memiliki akses ke layanan perbankan)
Catatan: Artikel ini juga tayang di di parrish.id